Posted by : Trik & Bahan Ajar Jumat, 14 Juli 2017

A.    Sejarah Singkat
Seperti sudah di jelaskan sebelumnya, bahwa jenis bank jika dilihat dari cara menentukan harga terbagi menjadi dua macam, yaitu bank yang berdasarkan prinsip konvesional dan bank yang berdasarkan prinsip syariah. Hal utama yang menjadi perbedaan antara kedua jenis bank ini adalah dalam hal penentuan harga, baik untuk harga jual maupun harga beli. Dalam bank konvesional penentuan harga selalu didasarkan kepada bunga, sedangkan dalam bank syariah didasarkan kepada Konsep Islam, yaitu kerja sama dalam skema bagi hasil, baik untung maupun rugi.
Sejarah, awal mula kegiatan bank syariah yang pertama sekali dilakukan adalah di Pakistan dan Malasya pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun 1963 berdiri Islamic Rural Bank di desa It Ghamr Bank. Bank ini beroperasi di pedesaan Mesir dan masih berskala kecil.
Di Uni Emirat Arab, baru tahun 1975 dengan berdiri Dubai Islamic Bank. Kemudian di Kuwait Finance House yang beroperasi tampa bunga. Selanjutnya kembali di mesir pada tahun 1978 berdiri Bank Syariah yang diberi nama Faisal Islamic Bank. Langkah ini kemudian diikuti oleh Islamic Internasional Bank for Invesment and Development Bank.
Di Siprus tahun 1983 berdiri Faisal Islamic Bank of  Kibris. Kemudian di Malasya Bank Syariah lahir tahun 1983 dengan berdirinya Bank Islam Malasya Berhad (BIBM) dan pada tahun 1999 lahir pula Bank Bumi Putera Muamalah.
Di Iran sistem perbankan syariah mulai berlaku secara nasional pada tahun 1983 sejak di keluarkannya Undang-undang Perbankan Islam. Kemudian di Turki negara yang berideologi sekuler Bank Syariah lahir tahun 1984 yaitu dengan hadirnya Daar al-Maal al-Islami serta Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi tahun 1985.
Sala-satu negara pelopor utama dalam melaksanakan sistem perbankan syariah secara nasional adalah Pakistan. Pemerintah Pakistan mengkoversi seluruh sistem perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah. Sebelumnya pada tahun 1979 beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan telah menghapus sistem bunga dan mulai tahun itu juga pemerintah Pakistan mensosialisasikan pinjaman tampa bunga, terutama kepada petani dan nelayan.
Kehadiran bank yang berdasarkan syariah di Indonesia masih relatif baru, yaitu baru pada awal tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat Muslim terbesar di dunia. Prakarsa untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 18-20 Agustus 1990. Namun, diskusi tentang Bank Syariah seabagai basis ekonomi Islam sudah mulai dilakukan pada awal tahun 1980.
Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu dengan di bentuknya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya di tandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga saat ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang terbesar di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, dan kota lainnya.
Dalam perkembangannya selanjutnya kehadiran Bank Syariah di Indonesia khususnya cukup mengembirakan. Di samping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah sebagai cabang dari bank konvesional yang sudah ada, seperti, Bank BNI, Bank IFI, dan BPD Jabar. Bank –Bank Syariah lain yang direncanakan akan membuka cabang adalah BRI, Bank Niaga, dan Bank Bukopin.
Kehadiran Bank Syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Muslim, tetapi juga bank milik non-Muslim. Saat ini Bank Islam sudah tersebar di berbagai negara-negara Muslim dan non-Muslim, baik di benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan keuangan dunia seperti ANZ, Chase Chemical bank, Citybank telah membuka cabang yang berdasarkan syariah.

B.     Produk Bank Syariah
Sama seperti halnya dengan bank konvesional, bank Syariah juga menawarkan nasabah dengan beragam produk perbankan. Hanya saja bedanya dengan bank konvesional adalah dalam hal penentuan yang ditawarkan sudah tentu sangat islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jenis-jenis produk Bank Syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut.
1.      Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-wadi’ah merupakan titipan atau simpanan pada Bank Syariah. Prinsip Al-wadia’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki. Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpanan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecorobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
Akan tetapi, dewasa ini agar uang yang dititipkan tidak menganggur begitu saja, oleh si penyimpanan uang titipan tersebut (Bank Syariah) digunakan untuk kegiatan perekonomian. Tentu saja penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian, prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad al-dhamanah (tangan penanggung). Mengacu pada prinsip yad adh-dhamanah ­bank seperti simpanan giro dan tabungan, dan deposito berjangka untuk di manfaatkan bagi kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Yang terpenting dalam hal ini si penyimpan bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang menimpa uang tersebut.
Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus di tanggung oleh bank. Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak dilarang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa insentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dahulu baik nominal maupun presentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya di gunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata nominal yang telah ditetapkan.
Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) berupa bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40:60 untuk simpanan tabungan dan nisbah ketiga simpanan di atas berikut ini akan diberikan beberapa contoh yang mudah dipahami berikut ini.
Contoh rekening Giro wadiah :
Tn. Seron Sidik memiliki rekening giro wadiah di Bank Syariah Pangkal Pinang dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2003 adalah Rp. 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank Syariah Pangkal Pinang kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp.500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Syariah Pangkal Pinang adalah Rp. 1.000.000,-. Pendapatan Bank Syariah Pangkal Pinang dari penggunaan giro wadiah adalah Rp. 100.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Seron Sidik pada akhir bulan mei 2003.
Jawab :


Rp.1.000.000,-

Bonus yang diterima=

xRp100.000.000,-x30%=Rp30.000

Rp. 1.000.000.000,-
                   (sebelum dipotong pajak)




Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah
              Tn. Armi Arup memiliki tabungan di Bank Syariah Tanjung Pandan. Pada bulan juni 2003 Saldo rata-rata tabungan Tn. Armi Arup adalah sebesar Rp.1.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Tanjun Pandan deposan adalah 40:60. Saldo rata-rata tabungan per bulan di seluruh Bank Syariah Tanjung Pandan adalah Rp.5.000.000.000,-. Kemudian Pendapatan Bank syariah Tanjung Pandan yang dibagihasilkan adalah Rp.800.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa keuntungan Tn. Army Arup pada bulan yang bersangkutan
Jawab:


Rp.1.000.000,-


Keuntungan Tn. Armi Arup=

xRp800.000.000,-x60%=Rp96.000,-

Rp. 5.000.000.000,-
                  (sebelum dipotong pajak)

Contoh Perhitungan Keuntungan deposito Mudharab
              Tn. Adam Syah Irawan memiliki deposito sebesar Rp.100.000.000,-  untuk jangka waktu 1 bulan di bank Syariah Sunggailiat. Bagi hasil (nisbah) antara Bank syariah Sunggailiat dengan nasabah adalah 45:55. Saldo rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah Sunggailiat adalah Rp.8.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank Syariah Sunggailiat adalah Rp.500.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa keuntungan Tn. Adam Syah Irawan dari nisbah yang di tetapkan:
Jawab:


Rp.100.000.000,-

Keuntungan nasabah=

xRp5000.000.000,-55%=Rp3.437.500,-

Rp. 800.000.000,-
                        (sebelum dipotong pajak)


2.      Pembiayaan dengan Bagi Hasil
Penyaluran dana dari bank konvesional, kita kenal dengan istilah kredit atau pinjaman. Sedangkan dalam Bank Syariah untuk penyaluran dananya kita kenal dengan istilah pembiayaan. Jika dalam Bank Konvesional keuntungan bank diperoleh dari bunga yang dibebankan, maka dalam bank Syariah tidak ada istilah bunga, tetapi Bank Syariah menerapkan sistem bagi hasil. Prinsip bagi hasil dalam Bank Syariah yang diterapkan dalam pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu:
-          Al-musyarakah
-          Al-mudharabah
-          Al-muza’arah
-          Al-musaqah
Untuk lebih jelasnya keempat macam prinsip utama bagi hasil dalam Bank Syariah di atas akan di uraikan sebagai berikut.
a.      Al-musyarakah
Al-musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha untuk tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau risiko akan tanggung bersama-sama sesuai dengan kesepakatan.
Dalam praktik perbankan al-Musyarakah diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk Bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-Musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
Contoh tugas untuk prinsip al-musyarakah adalah sebagai berikut. Tn. Robidi hendak melakukan suatu usaha, tetapi kekurangan modal. Modal yang dibutuhkan sebesar Rp40.000.000,- sedangkan modal yang dimilikinya hanya tersedia Rp20.000.000,-. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut Tn. Robidi meminta bantuan Bank Syariah Toboali dan disetujui. Dengan demikian, modal untuk usaha atau proyek sebesar Rp40.000.000,- dipenuhi oleh Tn. Robidi 50% dan Bank Syariah Toboali 50% jika pada akhirnya proyek tersebut memberikan ke-untungan sebesar Rp15.000.000,- maka pembagian hasil keuntungan adalah 50:50, artinya 50% untuk Bank Syariah Toboali (Rp7.500.000,-)50% untuk Tn. Robidi tetap akan mengembalikan uang sebesar Rp20.000.000,- ditambah Rp7.500.000,- untuk keuntungan Bank Syariah Toboali dari bagi hasil.

b.      Al-Mudharabah
Al-Mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, maka akan di tanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelola yang bertanggung jawab.
Dalam praktiknya mudharabah terbagi dalam dua jenis, yaitu mudharabah muthlaq dan mudharabah muqayyah. Pengertian mudharabah muthlaq merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muqayyah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan al-mudharabah biasanya diaplikasikan  pada produk pembiayaan atau perdanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.
Contoh untuk kasus ini misalnya Ny. Pariani hendak melakukan usaha dengan modal Rp.50.000.000,-. Diperkirakan dari usaha tersebut akan memperoleh pendapatan Rp. 10.000.000,- per bulan dan modal disediakan seluruhnya oleh Bank Syariah Manggar. Dari keuntungan ini disisihkan dulu untuk mengembalikan modal, misalnya Rp.4.000.000,-. Selebihnya dibagikan antara Bank Syariah Manggar dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, yaitu 60:40, sehingga diperoleh (60% x Rp6.000.000,-=Rp3.600.000,- untuk Bank Syariah Manggar dan 40% (40%xRp6.000.000,-=Rp.2.400.000,-) untuk Ny. Pariani.

c.       Al-Muza’arah
Al-muza’arah merupakan kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
Lahan denagn penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada npenggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasusu inin diaplikasikan untuk pembiayaan bidang platation atas dasar bagi hasil panen.
            Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan penggrap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.
d.      Al-Musaqah
Pengertian Al-Musaqah adalah bagian dari Al-Muza’arah, yaitu poenggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari presentase hasil panaen pertanian. Jadi tetap dalam kontek adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
3.      Bai’al-Murabahah
Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus telebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkan. Sebagai contoh harga pokok barang “Gunung Pelawan” Rp 100.000,-. Sebagai contoh harga pokok adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai’al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbanklan dilakukan kegiatan Bai’al-Murabahah pada pembiayaan barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of crtedit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
Sebagai coontoh Ny. Solawati memelurkan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah Muntok yang mebiayai pemebelian barang tersebut, maka Bank Syariah Muntok mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6.000.000,- selama 3tahun, maka harg ayng ditetapkan kepada Ny. Solawati adalah Rp 36.000.000,-. Kemuadian jika nasabah setuju, maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan (diperolah dari Rp 36.000.000,-:36 bulan) kepada Bank Syariah Muntok.
4.      Bai’ as-Salam
Bai’as-Salam adalah pemebelian barang yang diserahkan kemudian hari, Sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awaal pembayaran harus dalam bentuk uang.
Sebagai contoh seorang petani Cangkeh yang bernama Ny. Nuryan Migami hendak menanam Cengkeh dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000,- untuk satu hektar. Bank Syariah Blinyu menyetujui dan melakukan akad di mana Bank Syariah Blinyu akan membeli hasil Cengkeh tersebut sebanyak 10 ton. Dengan harga Rp 200.000.000,- selama 1 tahun. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan Cengkeh sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Blinyu dapat menjual Cengkeh tersebut dengan harga yang relatif klebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per kilo. Dengan demikian, penghasilan Bank adalah 10 ton X Rp 25.000,- = rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariahlah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Blinyu, yaitu Rp 250.000.000,- dikurangi Rp 200.000.000,-.
5.      Bai’Al-Istihna’
Bai’ Al-Istihna’ adalah bentuk khusus dari akad Bai’ as-Salam, oleh karena itu, ketentuan dalam Bai’ al-Istihna’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-Salam. Pengertian Bai’ al-Istihna’ adalah kontrak penjualan antara pemebeli dengan produsen (pembuat barang). Kediua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.
Sebagai contoh PT Bukit Layanh yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu dan memperoleh order untuk membuat topi anak sekolah dasar (SD) senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan  kepada Bnk Syariah Jebus. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayaranya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu di pasaran sekitar Rp 90.000,.dalam hal ini Bank Syariah Jebus tidak tahu berapa biaya pokok produksi. PT Bukit Layang hanya memberikan keuntungan Rp 5.000,- per pasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan :

Rp 60.000.000,-    x Rp 5.000,- = Rp 3.529.412,-
    Rp 85.000,-
Bank Syariah Jebus dapat menawar harga yang diajukan oleh PT Bukit Layang dengan harga yang lebih murah sehingga dapat di jual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah misalnya pada Bank Syariah Jebus menawar harga Rp 86.000,- per pasang sehingga masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keselurahan adalah :
                      Rp 60.000.000,-  x Rp 4.000,- = Rp 2.790.698,-
                                      Rp 86.000,-
6.      Al-Ijarah (Leasing)
Al-Ijarah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanp[a diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan  Leasing, baik untuk kegiatan operating Lease maupun financial Lease.
7.      Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
8.      Al-Kafalah (Garansi)
            Pengertian Al-Kafalah adalah jamina yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yan ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung  jawab dari satu pihak ke pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
9.      Al-Hawalah
            Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.

10.  Ar-Rahn
            Ar-Rahn adalah kegiatan yang menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.

C.    Penelitian Kesehatan Bank Syariah
                  Penialain kesehatan bank, din samping dilakukan untuk bank konvensional, juga dilakukan untuk Bank Syariah baik untuk bank umum syariah maupun bank prkerditan rakyat syariah. Hal ini dilakukan sesuai dengan perkembagan metodelogi penilaian kondisi bank yang bersifat dinamis yang mendorong pengaturan kembali sistem penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan prinsip syariah. Tujuanya adalah agar dapat member gambaran yang lebih tepat mengenai kondisi saat ini dan mendatang.
                  Penilaian kesehatan Bank Syariah dilakukan berdasarkan peraturan Bank Indonesia (PBI) No 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku mulai 24 Januari 2007. Dari hasil penjelasan Peputi Gubernut, Bank Indonesia Siti Chaliamah Fadjrijah menjelaskan bahwa penerapan ini dilakukan dengan memperkirakan produk dan jasa perbankan syariah ke depan kian beragam dan kompleks sehingga eksposur resiko yang dihadapi juga meningkat. Meningkatnya eksposur risiko tersebut akan mengubah profil risiko Bank Syariah, yang p[ada gilirannya akan memengaruh tingkat kesehatan bank tersebut. Dalam penilaian tingkat kesehatan, Bank Syariah telah memasukan risiko yang melekat pada aktivitas bank (inherent risk), yang merupakan bagian dari proses penilaian manajemen risiko.
                  Bank umum Syariah wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan Bank secara triwulan, yang meliputi faktor-faktor antara lain :
1.      Permodalan (capital)
2.      Kuailitas asset (asset quality)
3.      Rentabilitas (earning)
4.      Likuiditas (liquidity)
5.      Sensitivitas  terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk);
6.      Dan manajemen (management)
                 Penilaian peringkat komponen atau rasio keuangan pembentuk faktor finansial (permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar) dihitung secara kuantitatif dan kualitatif dengan mempertimbangkan unsur judgment.
                 Khusus untuk tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat ( BPR) berdasarkan prinsip syariah (BPRS), Bank Indonesia mengeluarkan aturan baru yang mulai berlaku 4 desember 2007, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/17/PBI/2007 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Prekreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah mengatur penilaian tingkat kesehatan BPRS mencakup penilaian di antaranya :
1.      Faktor permodalan (capital)
2.      Faktor kualitas aset (aset quality)
3.      Faktor rentabilitas (earning)
4.      Dan faktor likuiditas (liquidity) atau faktorc keuangan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif
5.      Penilaian atas komponen dari faktor manajemen (management) yang dialakukan secara kualitatif.
           Rincian penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyta (BPR) berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut.
1.         Penilaian secara klualitatif dilakukan dengan mempertimbangkan indicator pendukung dan/atau pembanding yang relavan.
2.         Perangkat setiap komponen pembentuk faktor keuangan terdiri dari peringkat 1, 2, 3, 4 dan 5.
3.         Peringkat setiap komponen pembentuk faktor keuangan terdiri dari peringkat A, B, C, dan D.
4.         Proses penilaian peringkat faktor keuangan dilakukan dengan pembobotan atas  nilai peringkat fakor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas.
5.         Berdasarkan hasil penilaian peringkat faktor keuangan dan penilaian peringkat faktor manajemen, ditetapkan peringkat komposit yang merupakan peringkat akhir hasil penilaian tingkat kesehatan bank.
6.         Proses penilaian perangkat komposit dilaksanakan melalui penggabungan atas peringkat faktor keuangan dan peringkat menajemen menggunakan tabel konversi dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan unsur judgment.

No.
Peringkat
Keterangan
1.




2.



3.




4.   



5.
Komposit 1






Komposit 2





Komposit 3






Komposit 4




Komposit 5
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari pengolahan usaha yang sangat baik.
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang baik yang baik sebagai hasil dari pengololaan usaha yang baik.

Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang ciukup baik.
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai akibat dari pengololaan usaha yang kurang baik.
Bank memilki kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai akibat dari pengololaan usaha yang tidak baik.

                      Dengan kata lain, setiap komposit memberikan penilaian tetrhadap kondisi kesehatan bank berikut ini.
1.      Peringkat komposit 1; mencerminkan bahaw bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari pengololaan usaha yang sangat baik.
2.      Peringkat komposit 2; mencerminkan bahwa bank memiliki kondisi tingkat yang baik sebagai hasil pengololaan usaha yang baik.
3.      Pringkat komposit 3; mencerminkan bahwa bank memilki kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil pengelolaan usaha yang cukup baik.
4.      Peringkat komposit 4; mencerminkan bahwa bank memilki kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai akibat dari pengololaan usaha yang kurang baik.
5.      Peringkat komposit 5; mencerminkan bahwa bank memilki kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai akibat pengoloaan usaha yang tidak baik.
                      Bank Perkreditan Rajyat Syariah (BPRS) wajib melakukan penghitungan rasio-rasio keuangan yang terkait dengan penilaian Tingat Kesehtan BPRS secara Triwulan, untuk posisi akhir bulan maret, Juni, Se4ptember, dan Desember.
                      Bank Indonesia dapat meminta Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham untuk menyampaikan rencana tindakan (action plan) apabila hasil penilaian Tingkat Kesehatan BPRS menunjukkan :
1.      Satu atau lebih faktor permodalan, faktor kualitas aset, faktor rentabilitas, dan faktor likuiditas memilki peringkat 4 atau 5;
2.      Faktor manajemen memilkii peringkat C atau D; dan/atau;
3.      Memiliki perimgkat komposit 4 atau 5.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Trik & Bahan Ajar - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -